Aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap penghinaan yang dilakukan oleh seorang warganet bernama Fuad Plered terhadap sosok ulama besar asal Sulawesi Tengah, Habib Idrus atau dikenal sebagai Guru Tua.
Dalam aksi yang berlangsung tertib tersebut, massa membawa spanduk, poster, serta menyerukan yel-yel dukungan terhadap perjuangan dakwah dan pendidikan yang telah diwariskan sang Habib. Mereka juga mengecam keras ujaran kebencian yang dianggap menghina martabat dan perjuangan Guru Tua.
“Kami tidak tinggal diam terhadap penghinaan ini. Guru Tua adalah tokoh besar, pendiri Alkhairaat, dan pejuang kemerdekaan yang berjasa besar bagi bangsa ini. Tindakan Fuad Plered tidak hanya menghina satu tokoh, tetapi juga menyakiti perasaan umat Islam di seluruh Indonesia,” ujar salah satu orator dalam orasinya.
Dalam pernyataan sikap resminya, Konsorsium menyampaikan tiga poin tuntutan utama:
1. Mengutuk keras tindakan penghinaan yang dilakukan oleh Fuad Plered terhadap Guru Tua.
2. Mendukung penuh langkah Pengurus Besar Alkhairaat di Palu untuk terus mendorong penegakan hukum atas kasus ini.
3. Mendesak aparat Kepolisian Republik Indonesia untuk segera menangkap dan memproses Fuad Plered sesuai hukum yang berlaku di NKRI.
Hinaan Fuad Plered
Sebagaimana diketahui, jagat media sosial dihebohkan oleh pernyataan kontroversial dari Muhammad Fuad Riyadi, yang dikenal sebagai Gus Fuad Plered. Dalam sebuah video yang beredar luas, Gus Fuad diduga menyebut Al Habib Idrus bin Salim Aljufri, atau yang akrab disapa Guru Tua, dengan sebutan “monyet” dan “pengkhianat.” (sumber:kabarsulteng.id)
Pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Pengurus Besar (PB) Alkhairaat. Mereka menganggap ucapan Gus Fuad sebagai penghinaan terhadap Guru Tua, seorang ulama besar dan pendiri Alkhairaat yang dihormati. PB Alkhairaat bahkan mempertimbangkan langkah hukum dan peradilan adat terhadap Gus Fuad atas pernyataannya tersebut. (sumber: republika online)
Perjuangan Guru Tua untuk Kemerdekaan
Palu, Sulawesi Tengah – Nama Al Habib Idrus bin Salim Aljufri, atau yang lebih dikenal sebagai Guru Tua, kembali menjadi sorotan publik. Sosok ulama karismatik ini dikenal luas sebagai pelopor pendidikan Islam dan pejuang kemerdekaan yang berjuang melalui jalur dakwah dan pendidikan. Kontribusinya terhadap bangsa Indonesia tak hanya dikenang dalam sejarah, tetapi juga terus hidup melalui warisan yang beliau tinggalkan, yakni lembaga pendidikan Alkhairaat.
Didirikan pada tahun 1930 di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Alkhairaat kini telah tumbuh menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di kawasan timur Indonesia. Pemikiran Guru Tua yang nasionalis, religius, dan progresif menjadikan lembaga ini bukan hanya sebagai tempat belajar ilmu agama, tetapi juga sebagai sarana pemberdayaan sosial dan pembentukan akhlak generasi muda.
Di bawah kepemimpinan Guru Tua, Alkhairaat turut membangkitkan semangat patriotisme masyarakat Palu untuk melawan penjajah Belanda dan Jepang. Perjuangan tersebut menjadi bagian penting dari sejarah kemerdekaan Indonesia yang jarang terdengar di panggung nasional.
Menurut laporan Muktamar IX Majelis Pendidikan Alkhairaat tahun 2008, saat ini terdapat lebih dari 1.500 madrasah Alkhairaat tersebar di berbagai wilayah Indonesia:
• Sulawesi Tengah: 1.109 sekolah
• Sulawesi Utara: 195 sekolah
• Maluku: 162 sekolah
• Kalimantan Timur: 53 sekolah
• Sulawesi Selatan: 26 sekolah
• Papua: 12 sekolah
• Sulawesi Tenggara: 3 sekolah
• Kalimantan Selatan: 1 sekolah
Tak hanya itu, pada tahun 1963 Alkhairaat juga mendirikan Universitas Alkhairaat (UNISA) di Palu, memperluas kontribusinya dalam dunia pendidikan tinggi.
Atas dedikasi dan jasa besar terhadap bangsa, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan penghargaan Maha Putra Adiwardana kepada Guru Tua. Sebuah bentuk pengakuan negara atas perjuangan yang dilakukan tanpa mengangkat senjata, namun melalui ilmu dan akhlak.
Laporan: redaksi
KALI DIBACA