Kolaka – Warta Global.id – Sulawesi Tenggara - Ketua
team Kerja Majelis Kerajaan Mekongga melakukan pelaporan resmi di Kepolisian
terkait adanya dugaan pemalsuan dokumen kerajaan yang dinilai bertujuan untuk
mengkudeta Raja Mekongga. Hal itu diketahui setelah beredarnya surat Rapat
Konsolidasi dan Evaluasi Kerja Majelis Kerajaan.
Akibat dari itu banyak pihak yang merasa dirugikan seperti
Kapita, Sapati dan Pabitara. Pemalsuan Dokumen Rapat Konsolidasi dan Evaluasi
Kerja Majelis Kerajaan dalam upaya untuk menggantikan Posisi Raja Mekongga itu
berhasil di Gagalkan.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Team Majelis kepada media ini
didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Komda RI usai melakukan pelaporan
terkait adanya pemalsuan Dokumen di Polres Kolaka, Senin (14/10/24).
Kata Dia, Rapat Konsolidasi dan Evaluasi kerja majelis
kerajaan bertujuan untuk menggulingkan dalam upaya mengganti posisi Raja
Mekongga bertempat di pendopo Sangia Nibandera dengan membuat fitnah melakukan
pemalsuan dokumen kerajaan tanpa sepengetahuannya.
“Beredarnya surat undangan pertemuan rapat yang dianggap
tidak prosedur yang bertentangan dengan undang-undang serta peraturan yang berlaku di majelis
Kerajaan Mekongga. Dalam hal ini pertemuan tersebut dinyatakan ilegal yang
melanggar hukum dan masuk unsur dugaan pemaksulan,” tegasnya.
Lanjutnya, dari beberapa unsur dugaan pidana lainnya yang
menjadi dasar pelaporan dengan penggunaan kop surat majelis kerja kerajaan,
penggunaan stempel dan cap kerajaan tanpa sepengetahuan majelis Kerajaan
Mekongga dan ketua majelis kerja Kerajaan yang sah, diduga memberikan
keterangan palsu.
Sementara itu, Dari hasil investigasi LBH Komda-RI, kalau sekelompok orang yang ingin
memakzulkan Raja Mekongga Khairul Dahlan diduga ada unsur kepentingan dengan
cara mengkudeta raja dengan kekuatan rekomendasi Tanah Ulayat mereka
berdasarkan permohonan dan keterangan tentang Tanah Ulayat warisan yang
terletak di kampung Tua Pewikua yang berasal dari leluhur mereka Lapohiu yang
di olah sejak zaman Belanda.
“Kemudian disahkan oleh Rustam Madjid sebagai kepala
Mekongga dan Sekertaris adat Mekongga Drs. Munaser Arifin Latumaa selaku
pookisara Mekongga kala itu,” ucap Ketua Komda RI.
Menurutnya, Berdasarkan dari keterangan pewaris maka majelis
adat Mekongga kabupaten Kolaka merekomendasikan bahwa tanah tersebut benar
merupakan hak Ulayat pewaris sesuai peraturan adat Mekongga.
“Maka tanah ulayat yang mereka kuasai di hibahkan kepada
majelis adat Mekongga sebanyak 2 persen sebagai tanah adat, Yang terbit di
tgl 4 Oktober Tahun 2010 kemudian
dinyatakan tidak resmi oleh raja Mekongga,”
Sementara dari keterangan Raja Mekongga Khairul Dahlan menyatakan kalau surat yang
terbit di tahun 2010 bukanlah hasil tanda tangan dari Raja terdahulu Nur Saenab
Lowa, hasil data keabsahan legalitas surat resmi, terbit di tahun 2005.
“Yang disaksikan oleh kakek Laopua dan Wulaendi Laloasa anak dari raja pertama
dengan bukti cap jempol yang disahkan di Anawoi tanggal 23 September 2005 yang
mengetahui ketua majelis adat / Bokeo Mekongga Nur Saenab Lowa,”Tuturnya
Ia menegaskan bahwa, bentuk dari tindakan pidana dalam
konteks kudeta adalah makar untuk menggulingkan pemerintahan seperti yang
diatur dalam pasal 107 KUHP yang berbunyi “ Makar untuk menggulingkan
pemerintahan diancam untuk pidana paling lama Lima Belas Tahun penjara.
Kemudian bagi pemimpin atau otak yang mengatur makar
tersebut dalam ayat 1 undang-undang KUHP diancam dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara sementara paling lama Dua Puluh Tahun.
“Makar dalam rumusan ini adalah penggantian pemerintah
dengan cara yang tidak sah yang tidak berdasarkan aturan yang telah ditetapkan
dalam undang – undang,”
Oleh karena itu tindak pidana makar baru dapat dikenakan
apabila memenuhi syarat yang diatur dalam pasal 87 KUHP, yang menegaskan bahwa
tindak pidana makar baru dianggap terjadi apabila telah dimulainya perbuatan –
perbuatan pelaksanaan dari si pembuat makar tersebut.
Dengan masuknya laporan tuntutan ketua majelis team kerja, Ia berharap dan meminta ke pihak yang berwajib membubarkan rapat tersebut yang dianggap ilegal, agar segera di tindak secara hukum bagi para pelaku otak dari pemakzulan yang ingin mengkudeta raja mekongga. Semua pertemuan mereka merupakan di luar kendali dan tanggung jawab majelis Kerajaan.
“Dalam waktu 2x 24 jam team kerja majelis kerajaan akan
mendesak pihak penyidik untuk memanggil nama -nama yang diduga telah
menyebarkan surat undangan pertemuan rapat yang dianggap tidak prosedural yang
bertentangan dengan undang-undang pemakzulan,” tegasnya
Tim Redaksi - Sultra
KALI DIBACA